Kata Pihak Apartemen GDL Soal Keluhan Warga di Surabaya
Tidak puasnya warga terhadap penanganan dampak Pembangunan Apartemen 
Grand Dharma Husada Lagoon (GDL) di Jalan Dharma Husada Mas, Mulyorejo, 
Surabaya, Jawa Timur dianggap sebagai miskomunikasi atau salah paham. 
Pihak GDL mengaku tetap bertanggung jawab terhadap semua dampak 
tersebut.
"Sejak
 awal kami sudah melakukan sosialisasi dan menyampaikan tentang planning
 pembangunan kepada warga yang wilayahnya terdampak," ujar Project 
Director GDL Bagus Febu Saptono kepada detikcom, Senin (6/2/2017).
Selain
 puluhan rumah warga, bangunan lain yang terdampak adalah sejumlah ruko,
 sebuah sekolah, dan sebuah asrama mahasiswa. Bagus mengatakan, pada 
akhirnya warga membentuk tim gabungan. 
Tim
 yang terdiri dari 13 perwakilan warga ini dibentuk untuk menjembatani 
masalah serta keinginan antara warga dengan pihak GDL. Tim gabungan ini 
membawahi aspirasi dari 3 RW terdampak yakni RW 5, 6, dan 8. 
Masing-masing RW mempunyai perwakilan yakni 7 orang dari RW 5, 2 orang 
dari RW 6, dan 4 orang dari RW 8.
Bagus
 menambahkan, semua hal yang datang dari tim gabungan direvisi oleh 
warga sendiri dan tidak ada klausul dari GDL karena permintaan warga 
akan dikabulkan sepanjang itu relevan dan masuk akal. GDL juga selalu 
berusaha terbuka untuk keinginan warga.
"Tim gabungan ini disahkan oleh muspika di hadapan notaris. Secara hukum, kedudukan tim gabungan ini kuat," kata Bagus.
Karena
 itu, kata Bagus, pihaknya tidak mau main-main dengan tanggung jawab 
mengenai dampak pembangunan GDL. Saat tim gabungan dibentuk, sudah 
disadari bahwa pembangunan akan membawa dampak. Warga pun meminta 
kepastian dan jaminan kepada GDL akan hal tersebut.
GDL
 menjawab keraguan warga itu melalui pernyataan dengan dua poin utama. 
Pertama, semua dampak kerusakan merupakan tanggung jawab GDL. Kedua, GDL
 menaruh deposito sebanyak Rp 5 miliar sebagai jaminan bila nantinya GDL
 bertindak secara wanprestasi.
Pada
 awal pembentukan tim gabungan, disepakati juga penunjukan tim 
independen dalam kajian teknik. Tim yang ditunjuk adalah tim dari ITS. 
Biaya untuk tim yang diposisikan sebagai nara sumber itu ditanggung oleh
 GDL.
Dalam
 perjalanannya sejak pembangunan dimulai sekitar setahun yang lalu, 
Bagus mengaku komunikasi antara GDL dengan tim gabungan berlangsung 
secara intensif. Identifikasi masalah selalu dibahas bersama, termasuk 
saat rumah warga mengalami kerusakan. Kerusakan rumah warga yang 
sebagian besar berupa keretakan pada tembok itu disepakati akan 
diperbaiki.
GDL
 merespons kesepakatan itu dengan melakukan perbaikan dari rumah ke 
rumah dan juga ruko yang terdampak. Warga pun setuju dengan perbaikan, 
meski ada pula warga yang tidak mengizinkan rumahnya diperbaiki. Rupanya
 kerusakan tidak hanya terjadi sekali saja. Setelah diperbaiki, rumah 
warga kembali rusak dan direspon GDL dengan memperbaikinya lagi.
Warga
 pun mengeluh dengan hal itu. Menurut warga, berapa kalip un diperbaiki,
 rumah tetap akan rusak karena pembangunan apartemen masih terus 
berlanjut. Warga merasa bahwa perbaikan rumah saja tidak cukup. Warga 
ingin lebih yakni kompensasi. Terhadap tuntutan kompensasi yang diminta 
warga, GDL menyadari bahwa hal itu memang sudah ada sejak awal 
pembentukan tim gabungan.
"Untuk
 kompensasi memang sejak awal sudah dipertanyakan. Kompensasi akan 
dibicarakan lebih lanjut di kemudian hari. Dan kami menunggu," lanjut 
Bagus.
Bagus
 menyangkal pernyataan ketua tim gabungan, Edi, bahwa untuk urusan 
kompensasi diserahkan pada tim independen ITS. "Yang benar adalah warga 
sendiri yang melakukan survei untuk kompensasi. Itu dilakukan warga 
sendiri," terang Bagus.
Karena
 belum ada keputusan mengenai kompensasi dari tim gabungan, pihak GDL 
hanya bisa menunggu. "Kami selalu menunggu. Sepanjang (kompensasi) itu 
relevan dan masuk akal," kata Bagus.
Bagus
 mendengar ada warga yang bahkan belum tahu tentang rencana adanya 
kompensasi. Bagus menduga warga tersebut mungkin memang belum tahu 
karena tidak menghadiri pertemuan tim gabungan dengan GDL.
"Kalau ada pertemuan, memang tak banyak warga yang menghadiri. Mungkin dari situ ada warga yang belum tahu," tambah Bagus.
Bagus
 menerangkan, saat ini yang dilakukan GDL adalah melakukan pembangunan 
dinding penahan tanah (secant pile). Pembangunan ini tentu saja 
dimaksudkan agar pembangunan berjalan lebih aman dan meminimalisir 
kerusakan terhadap bangunan yang ada di areal pembangunan apartemen.
"Kami juga telah melakukan CSR yakni pavingisasi dan pemasangan box culvert," pungkas Bagus. 
(iwd/idh)
 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 






 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar