Sulit Hidupkan Pertokoan Jalan Tunjungan
Pemkot berupaya menjadikan Jalan Tunjungan sebagai kawasan wisata
heritage. Tahun lalu fasad bangunan dicat untuk mengembalikan wajah kota
lama. Meski begitu, para pemilik toko masih enggan membuka usaha lagi.
Akibatnya, kawasan Tunjungan terkesan mati.
Berdasar
pantauan Jawa Pos, terdapat 59 toko yang tidak difungsikan di sepanjang
Jalan Tunjungan. Toko-toko yang masih buka terlihat sepi pengunjung.
Salah satu pemilik persil di Jalan Tunjungan, Njoto Widjodjo,
mengeluhkan kondisi tersebut. Dia harus menutup usahanya sejak 2008.
Sebab, pengunjung semakin sepi. Masalah parkir menjadi salah satu
penyebabnya. Mobil dan motor tidak boleh diparkir di depan toko.
Padahal, mayoritas toko di Jalan Tunjungan tidak memiliki lahan parkir.
’’Pembeli tidak mau kalau parkirnya jauh,’’ ujar pengusaha toko
elektronik tersebut.
Karena
enggan membuka usaha di Jalan Tunjungan, dia memasang poster di depan
tokonya. Gedung dua lantai seluas 700 meter persegi itu dikontrakkan.
’’Kalau pemkot mau nyewa untuk kantor pemerintahan, silakan. Saya
banting harga,’’ katanya.
Pada
1960 hingga 1970-an area Tunjungan menjadi pusat perdagangan kota. Dia
bisa mendapatkan 50 transaksi penjualan dalam sehari. Namun, penjualan
semakin menurun pada awal 2000-an. Kondisi itu terjadi sejak kendaraan
tidak boleh parkir di Jalan Tunjungan. Pedagang kaki lima pun
ditertibkan. ’’Sehari kadang tidak ada yang laku,’’ ungkapnya.
Tahun
lalu jalur pedestrian dilebarkan hingga 2 meter. Akibatnya, jalan
semakin menyempit. Menurut Widjodjo, kebijakan itu kian membuat pemilik
toko enggan membuka usahanya.
Dia
juga mengeluhkan tingginya biaya pajak bumi dan bangunan (PBB). Selama
ini dia harus merogoh kocek hingga Rp 20 juta per tahun untuk bangunan
yang tidak dipakai. Dia meminta pemkot untuk segera mencarikan solusi
agar para pemilik persil tidak dirugikan.
Kabid
Pelestarian Bangunan dan Heritage Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jatim
Dyan Lesmana pernah terlibat dalam pengembangan kawasan Tunjungan.
Konsep yang bakal dikembangkan ialah menjadikan kawasan bersejarah itu
sebagai daerah konservasi. ’’Dilindungi dan dipelihara sebagai warisan
kota yang memiliki sejarah perjuangan arek-arek Suroboyo,’’ tuturnya.
Menurut
dia, kawasan Tunjungan lebih cocok digunakan untuk kafe dan galeri.
Bukan sebagai kawasan perdagangan alat elektronik. Kawasan Tunjungan
yang memiliki gedung-gedung tinggi dengan arsitektur lawas sangat cocok
untuk tempat nongkrong anak muda. Sementara itu, galeri bakal menjual
benda-benda seni atau suvenir khas Surabaya. ’’Kalau dijadikan galeri
atau kafe, bisa kerja sama dengan dinas pariwisata,’’ jelasnya.
Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Agus Iman Sonhaji
sepakat dengan ide Dyan. Konsep yang ditawarkan kepada para wisatawan
adalah mengunjungi life museum. Dia menerangkan, konsep kafe di
Tunjungan bisa meniru beberapa tempat di Eropa. Di sana meja dan kursi
ditempatkan di jalur pedestrian. ’’Ada kursi di jalur pedestrian, di
depan toko, sejak sore hingga malam buat ngopi. Seperti suasana kota
lama Eropa,’’ paparnya.
Masalahnya,
selama ini jalur pedestrian harus steril dari kegiatan jual beli.
Namun, menurut Agus, aturan itu bisa disesuaikan khusus untuk Jalan
Tunjungan setelah jalur pedestrian ditata. Nantinya lebar jalur untuk
pejalan kaki dibuat sama dari ujung ke ujung. Dengan begitu, para
pemilik bangunan bisa memanfaatkan jalur tersebut.
Kepala
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Widodo Suryantoro
menjelaskan, upaya memanggil pemilik bangunan di sepanjang Jalan
Tunjungan sudah dilakukan. Pemkot meminta para pemilik bangunan untuk
membuka usaha kembali. Namun, masih banyak yang enggan.
Dia
menerangkan, disbudpar telah mengupayakan wisata mlaku-mlaku nang
Tunjungan. Bentuknya berupa festival kuliner Tunjungan, pentas seni
Tunjungan, hingga car free day. ’’Konsep ini sudah berjalan,’’ jelasnya.
Pengembangan
kawasan Tunjungan sempat gencar saat Surabaya menjadi tuan rumah
Prepcom for UN Habitat III pertengahan tahun lalu. Namun, setelah agenda
tingkat dunia itu selesai, pengembangan kawasan Tunjungan terkesan
mandek. (sal/c15/oni/sep/JPG)
0 komentar:
Posting Komentar